Setelah satu bulan G.Merapi di Jogja meletus dan dinyatakan "awas", sejak kemarin 4 Desember 2010 sdh diturunkan statusnya menjadi "waspada", demikian yang saya dapatkan informasinya dari siaran TV-ONE. Daerah yang masih perlu diwaspadai yaitu radius 2,5 km dari puncak Merapi karena masih mungkin adanya awan panas.Selain daerah tersebut, daerah lain yang perlu diwaspadai ialah daerah sekitar aliran sungai sampai 300 meter dari sungai yang berhulu dari puncak Merapi. Sungai-sungai tersebut antara lain adalah s.Woro,s.Gendol,s.Wedi, s.Kuning, s.Boyong dan s.Code, s.Krasak, s.Putih, s.Bebeng dll. Bahaya sekunder yang timbul ialah aliran lahar dingin yang melewati sungai-sungai tersebut karena banyaknya timbunan material yang amat banyak dipuncak G.Merapi terkena hujan yang sering turun. Aliran lahar dingin tersebut telah merusak daerah sekitar aliran sungai termasuk beberapa jembatan yang sampai tidak bisa digunakan lagi.
Disusun oleh : Yatmo Adi
pada hari : Sabtu, 4 Desember 2010
didukung oleh : Haryo Hardy
Yatmo Adi family
Yatmo Adi family mengajak teman-teman lama dan juga saudara-saudara yang terikat dalam keluarga Jogja untuk menyambung komunikasi dan berbagi informasi.
Jumat, 03 Desember 2010
Kamis, 25 November 2010
Salak Pondoh Jogja
Paska meletusnya G.Merapi dan setelah kembalinya dari pengungsian selama dua minggu di kota Jogja,petani salak pondoh warga Watuadeg Purwobinangun akhirnya merasa lega karena rumah tempat tinggal ternyata masih utuh tetapi ya terpaksa harus kerja keras untuk membersihkan debu dan pasir yang mengotori seluruh rumah dan isinya. Begitu pula kebun salak pondoh yang menjadi penghasilan utama sebagian besar warganya yang rusak sampai banyak yang roboh karena tidak kuat menahan debu dan pasir G.Merapi yang menutupinya. Untuk bisa masuk kebun harus terlebih dulu memotong sebagian pelepah pohon yang penuh duri itu. Memerlukan tenaga yang banyak memang karena hampir semuanya pohon salak itu roboh sehingga menutupi lorong2 diantara barisan pohon salak. Namun merasa agak lega karena kelihatannya pohon2 salak itu tidak mati seperti yang dikhawatirkan semula. Bayangkan saja apabila harus merombak dan menanam ulang kembali betapa besar biaya yang harus dikeluarkan dan menunggu lama sampai kira2 4 tahun baru bisa memetik hasilnya kembali. Tapi kalau dibanding dengan di wilayah lain yang sama2 kena dampak meletusnya Merapi seperti didaerah Muntilan misalnya, Watuadeg masih dibilang mendingan atau untung (meskipun sebetulnya ya berat juga). Apa lagi bila dibandingkan dengan wilayah Cangkringan seperti di daerahnya almarhum Mbah Marijan, yang mana sampai tidak dimungkinkan untuk kembali dihuni karena kerusakannya yang amat sangat parahnya. Mereka sudah tidak punya apa2 lagi bahkan tidak sedikit yang anggota keluarganya yang menjadi korban ganasnya awan panas "wedus gembel" Merapi. Bagaimana mereka memikirkan masa depannya,sudah hilang mata pencahariaanya, tempat tinggalnya dan keluarganya. Hanya harapan bantuan dari orang lainlah atau pemerintahlah yang bisa diharapkannya.
Bagi kita yang tidak ikut kena dampak bencana alam tersebut bisa merasakannya, maka marilah kita bantu saudara-saudara kita yang terkena musibah bencana tersebut dengan menyisihkan rizki untuknya dan juga mohon do'a kepada Allah Yang Maha Kuasa agar ditabahkan atas penderitaannya dan diberi jalan keluar yang sebaik-baiknya, Amiin.
Disusun oleh : Suyatmo Adiwarsito
E-mail : yatmoadi@gmail,com
Web : www.jogjamia.blogspot.com
Belajar bikin artikel dari Haryo Hardy
Yang ingin mengikuti silahkan ke google.com
Langganan:
Postingan (Atom)